PELANGGARAN
TATA TERTIB
MA’HAD SUNAN AMPEL AL-‘ALY (MSAA)
( MAHASANTRI MSAA 2015 – 2016 )
(Tinjauan
studi kasus di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang)
Artikel
ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Sosiologi Hukum
Dosen
Pengampu: Miftah Solehuddin, M.HI
Disusun
oleh:
Ulil Abror (14210047)
JURUSAN AL-AHWAL SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA
MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
A. Latar
belakang
Hukum adalah suatu aturan yang keberadaannya
disepakati oleh semua komponen masyarakat, bersifat memaksa dan jika
melanggarnya akan dikenai sanksi. Tetapi, lebih jauh lagi hukum bukan sekedar
aturan saja, hukum adalah sebuah fenomena yang ada di masyarakat[1],
hukum adalah sebuah metode, hukum adalah sebuah ilmu. Dan banyak sekali lagi
pendefinisian dan penafsiran mengenai hukum oleh para ahli.
Dewasa ini, hukum berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu sendiri. Banyak
sekali kajian mengenai hukum itu sendiri, hukum dikaitkan dengan sesuatu diluar
hukum itu sendiri, seperti penggabungan antara antropologi dan juga hukum
sehinnga muncul ilmu yang di sebut dengan antropologi hukum selain itu juga ada
pembahasan hukum yang dikaji melalui bidang sosiologi munculah istilah
sosiologi hukum dan masih banyak yang lainnya.
Sosiologi hukum itu sendiri merupakan
penggabungan antara hukum dan sosiologi. Arti dari sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat, sehinnga jika dikaitkan dengan hukum,
pengertian dari sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara
analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejalanya. Selain itu Sacipto Rahardjo memberikan devinisi,
pengetahuan hukum terhadap pola perilaku
masyarkat dalam konteks sosialnya[2]. Dalam buku lainnya diseebutkan sosiologi
hukum adalah ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan secara
analitis empiris tentsng persoalan hukumyang di hadapkan dengan fenomena –
fenomena lain di masyarakat.[3]
Sosiologi hukum digunakan untuk mengkaji sebuah
hukum yang ada di masyarakat mengenai hubungan timbal balik antara hukum dan
masyarakat. Bukan hanya hukum tertulis saja tetapi sosiologi hukum pun mampu di
gunakan untuk mengkaji hukum-hukum atau aturan yang tidak tertulis.
Salah
satu cara menciptakan lingkungan yang kondusif aman dan tentram adalah dengan
dibuatnya aturan. Baik itu aturan tertulis maupun aturan yang tidak tertulis
tetapi yang sudah disepakati oleh semua komponen masyarakat.
Namun pada realitanya, adanya sebuah aturan masih belum mampu menjamin
terciptanya sebuah lingkungan yang kondusif, aman dan tentram. Hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor yang diantaranya adalah ketidak cocokan antara
aturan dengan yang diaturnya dan juga adanya pelanggaran terhadap aturan itu
sendiri.
Berbicara mengenai pelanggaran, banyak sekali pelanggaran yang dilakukan
terhadap aturan yang ada disebabkan oleh bebagai macam faktor. Pelanggaran
terhadap aturan bisa terjadi kapan saja dan juga dimana saja, termasuk di
lingkungan kampus, UIN Malang contohnya.
UIN Malang sendiri merupakan salah satu perguruan tinggi terbaik di
Indonesia dan juga merupakan perguruan tinggi islam terbaik yang ada di
indonesia. Ada banyak sekali faktor yang menjadikan UIN malang menjadi salah
satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia beberapa diantaranya adalah adanya
komitmen dari semua warga kampus untuk menjadikan UIN Malang sebagai world
class university, selain itu program pendidikan di UIN Malang yang
mengintergrasikan pendidkan kampus dengan pendidikan pesantren yang diwujudkan
dengan adanya ma’had di dalam kampus.
Dibangunnya ma’had di dalam area
kampus sebagai upaya nyata pengintegrasian pendidikan kampus dengan pendidikan
pesantren. Ma’had hanya diperuntukkan bagi mereka semua yang baru menjadi
mahasiswa UIN Malang dan hanya boleh ditempati selam 2 semester atau 1 tahun
saja. Jadi selain mendapatkan julukan sebagai mahasiswa baru semua peserta
didik yang baru menjadi mahasiswa di UIN Malang juga mendapat julukan
mahasantri, karena status mereka yang sudah kuliah tapi tetap nyantri di ma’had
kampus.
Secara garis besar dalam buku pedoman universitas UIN Malang disebutkan fungsi ma’had adalah sarana
melatih dan memperdalam spiritual dengan cara mentradisikan shalat berjemaah,
mentradisikan shalat malam, mentradisikan tadarus Al-Quran. Lalu yang ke dua
adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan bahasa asing.
Yang ke tiga melatih hidup berorganisasi lalu yang ke empat melatih kepedulian
pada orang lain dan yang terakhir adalah memupuk dan melatih diri dalam keahlian
profesi pilihan yang bermanfaat di masa depan.
Itulah alasa-alasan dibangunnya ma’had dalam area kampus. Semua fungsi
ma’had tersebut diharapkan benar-benar terwujud dan berhasil menghasilkan
mahasiswa / mahasantri yang menjadi seorang intelek yang ulama dan menjadi
ulama yang intelek.
Salah satu upaya ma’had untuk mewujudkan cita-citanya
yaitu fungsi ma’had benar-benar terwujud adalah dengan dibuatnya tata tertib
kema’hadan untuk menjaga agar program-progam ma’had yang ada bisa berjalan secara kondusif dan lancar.
Tetapi sayangnya dalam realitanya, ada beberapa tata tertib kema’hadan yang
dilanggar oleh mahasantri sehingga tidak
jarang program-program yang sudah di buat dan disusun tidak berjalan ssuai
rencana.
B. Metode
Penelitian
Dalam pemgumpulan data, penulis
menggunakan metode wawancara dan observasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan
data yang akurat, maka peulis melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber
dari kalangan Mahasantri sendiri untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi
alasan mahasantri mengabaikan
tata tertib ma’had. Sedangkan observasi penulis lakukan
terhadap beberapa peraturan-peraturan dari ma’had serta terhadap realita yang
terjadi dikalangan Mahasantri.
C. Paparan
Teori
A. Teori Friedrich Karl Von Savigny
Hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat[4].
B. Teori Jeremy Bethan
Dalam teori tentang hukum Bethan berpendapat, manusia bertindak untuk
memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.
C. Terwujudnya perilaku hukum
Menurut Friedman :
perilaku hukum adalah soal pilihan yang berurusan dengan motif, dan gagasan
orang. Walaupun begitu hal ini bersifat kompleks dan dibagi dalam 4 katagori :
a)
Kepentingan
sendiri : kepentingan sendiri dapat meletakan perilaku seseorang pada perilaku
hukum.
b)
Sensitif
terhadap sanksi : sanksi merupakan salah satu alasan yang fapat terwujudnya
perilaku hukum.
c)
Tanggapan
terhadap perilaku sosial : perilaku seseorang dalam cara ini atau cara itu
disebabkan apa yang oleh keluarga , teman, atau anggota kelompok dilakukan.
d)
Kepatuhan
: Friedman mengatakaan bahwa orang-orang yang mentaati hukum disebabkan karena
mereka berfikir bahwa bila melampauinya adalah immoral atau ilegal.[5]
D. Kesadaran hukum
Menurut
Soerjono Soekanto mengemukakan empat indikator kesadaran hukum, yaitu:
a)
Pengetahuan
tentang hukum, seseorang mengetahui bahwa prilaku-prilaku tertentu itu telah
diatur oleh hukum. Peraturan hukum
yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.
Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku
yang diperbolehkan oleh hukum.
b)
Pemahaman
hukum, seorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai
aturan-aturan tertentu,
c)
Sikap
hukum, setiap orang memberikan penilaiannya terhadap hukum.
d)
Pola
prilaku hukum, dimana masyarakat mematuhi peraturan yang berlaku. [6]
Keempat indikator tadi
sekaligus menunjukkan pada tingkat-tingkatan kesadaran hukum tertentu di dalam
perwujudannya. Apabila seseorang hanya mengetahui hukum, maka taraf kesadaran
hukumnya masih rendah, tetapi kalau seseorang dalam suatu masyarakat telah
berperilaku sesuai dengan hukum, maka kesadaran hukumnya tinggi.
E.
Teori
efektivitas hokum
menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya
suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu:
a)
Faktor
hukummya sendiri (Undang-undang).
b)
Faktor
penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkaan hukum.
c)
Faktor
sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.
d)
Faktor
masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
e)
Faktor
kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia didalam pergaulan hidup. [7]
Kelima
faktor diatas dapat dilihat dari suatu perbandingan antara realitas hokum
dengan ideal hokumnya.
D. Menurut
Indang Sulastri yang dikutip oleh Miftahus dalam artikel Implementasi Perwali
Kota Malang no 19 tahun 2013, bahwa tingkat kepatuhan hukum setiap warga
masyarakat dapat dikelompokkan menjadi (1) compliance; (2) identification; dan (3) legal conscience[8].
a)
Compliance
adalah kepatuhan hukum karena unsur dipaksa atau lebih tepatnya
kepatuhan tercipta apabila adanya kehadiran figur aparat. Sebagai contoh adalah kepatuhan hukum dalam berlalu lintas di jalan
raya. Ketika tidak ada figur aparat polisi yang sedang bertugas mengatur lalu
lintas di jalan, maka orang berani melanggar rambu-rambu lalu lintas.
b)
Identification
adalah tingkat kepatuhan terhadap hukum karena mengidentikkan
perilaku bersangkutan dengan perilaku lingkungan, jadi peran lingkungan sosial
merupakan faktor terciptanya kepatuhan hukum. Misalnya, seorang polisi lalu
lintas akan selalu mematuhi marka karena statusnya sebagai aparat, dan akan
malu apabila dia melanggar akan ditilang oleh teman satu kerjanya sendiri.
c)
Legal
conscience adalah patuh karena adanya dorongan
dari dalam diri sendiri. Misalnya, kesadaran seseorang akan selalu membuang
sampah pada tempatnya. Hal ini karena adanya kesadaran dalam hati nuraninya
akan dampak jika membuang sampah sembarangan.
D.
Kontekstualisasi kasus
Ma’had Sunan Ampel Al-Ali merupakan merupakan salah satu
sarana pembelajaran yang di sediakan UIN
Malang dalam rangka menciptakan seorang sarjana yang intelek tapi memahami ilmu
agama, dan seorang ulama yang intelek. Dalam pelaksanaanya, untuk menunjang
program intergrasi antara pendidikan pesantren dan pendidikan di universitas
yang diwujudkan dengan adanya Ma’had Sunan Ampel Al-Ali sebagai sarana
melaksanakan program tersebut, Ma’had Sunan Ampel Al-Aly dibekali dengan banyak
sesuatu, salah satu diantaranya adalah tata tertib ma’had untuk menjaga dan
menciptakan lingkungan yang kondisif di area ma’had. Tata tertib ma’had ini
dibuat sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang aman dan tentram,
sehingga dengan adanya lingkungan yang aman dan tentram, diharapkan semua
program ma’had dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Dengan terlaksanakannya
semua program ma’had secara baik dan menyeluruh diharapkan cita-cita UIN Malang
untuk menciptakan seorang sarjana yang intelek tapi memahami ilmu agama, dan
seorang ulama yang intelek dapat terwujud.
Dalam realitanya meskipun UIN Malang merupakan
universitas yang berbasis islam, yang artinya pelajaran mengenai islam
merupakan salah satu pelajaran pokok yang wajib diajarkan dalam perkuliahan,
mahasiswa mahasiswa di UIN Malang atau calon mahasiswa yang mendaftrakan
dirinya di UIN Malang, tidak semua dari mereka berasal dari latar belakang
pondok pesantren atau sekolah yang berbasis islam. Banyak dari mereka yang
latar belakangnya sekolah negeri atau sekolah swasta, yang pelajaran agama bukan
menjadi pelajaran yang sangat diprioritaskan.
Banyaknya calon mahasiswa yang mendaftar dan menjadi
mahasiswa baru di UIN Malang, secara otomatis menyebabkan jumlah mahasantri di
Ma’had Sunan Ampel Al-Ali meningkat dan bertambah, hal ini terjadi karena kebijakan
kampus yang mewajibkan semua mahasiswa baru UIN Malang harus tinggal di dalam
ma’had selama setahun.
Bertambahnya mahasantri baru dari tahun ke tahun sampai
tahun 2015 ini yang mencapai tiga ribuan orang mahasantri yang tinggal di
ma’had menyebabkan ma’had memiliki beberapa permasalahan, salah satu
diantaranya adalah pelanggaran yang dilakukan mahasantri terhadap tata tertib
ma’had.
Pelanggaran tata tertib ini dilakukan oleh mahasantri
baik mereka yang pernah mondok sebelumnya atau pun yang belum pernah. Bentuk
pelanggaran yang mereka lakukan bervariasi dan beragam. Muali dari pelanggaran
untuk tidak terlambat masuk mabna sebelum jam 9 malam, sampai larangan
untuk tidak membawa sepeda motor, mereka
lakukan.
Saat melakukan observasi lapangan, didapati
pelanggran-pelanggaran yang dilakukan oleh mahasantri. Beberapa diantaranya
adalah masuk mabna di atas jam 9 malam, membawa sepeda motor, dan juga
berpakaian yang tidak menutupi aurat.
Berikut ini gambar-gambar bentuk pelanggaran yang
dilakukan oleh mahasantri
![](file:///C:\Users\azis\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.jpg)
(gambar mahasantri yang terkunci karena
melanggar aturan ma’had, masuk kedalam mabna sebelum jam 9)
![](file:///C:\Users\azis\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image006.jpg)
(gambar mahasantri yang menerima iqob
(hukuman) dari seorang musyrif karaena terlambat masuk mabna)
![](file:///C:\Users\azis\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image008.jpg)
(gambar mahasantri yang berjalan di lorong
mabna, tidak memakai pakaian yang menutupi aurat)
![](file:///C:\Users\azis\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image010.jpg)
(gambar mahasantri yang membawa dan
menggunakan sepeda motor di area ma’had)
Ketika
ditanya mengenai alasan kenapa mereka melanggar aturan masuk mabn, jawaban
mereka beragam, “Iya tau, karena gini kang, mepet waktunya kang, ppba aja
pulangnya jam 8, terus ustadnya kadang-kadang pulangnya gak pas jam 8, lebih.
Masih belum cari makan, wajarlah kalo
telat, kan tahun lalu cowoknya paling lambat jam 10 malam baru ditutup,
sekarang jam 9 sudah ditutup, jadi waktunya kurang kang.” Ada juga yang
menjawab “Habis keluar nugas cari makan, tadi masih antri nasi goreng mas” ada
juga yang menjawab “rumah saya agak jauh terus gak ada yang nganterin saya
jadi terpaksa saya membawa sepeda ke ma’had kang”
Lalu ketika ditanya mengenai niatan mereka
melnggar tata tertib ini disengaja atau tidak, ada yang menjawab “ini gak
disengaja, karena emang kebutuhan saja” dan sebagian yang lain menjawab
pelanggaran ini memang disengaja, hal itu mereka lakukan karena menurut mereka,
mereka punya alasan yang kuat.
Lalu ketika ditanya mengenai seberapa seling
melanggar tata tertib, jawaban mereka beragam, ada yang mengatakan sudah sering
ada yang mengatakan jarang dan ada pula yang mengatakan ini pelanggaran pertama
yang dia lakukan.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan
terhadap mahasantri yang melakukan pelnggaran baik yang dipaparkan atau tidak
dalam artikel ini jika dikaitkan dengan teori-teori diatas, dimulai dari teori
milik Teori Friedrich Karl Von
Savigny yang mengatakan bahwa Hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum
masyarakat. Sebenarnya warga MSAA sudah sadar mengenai hukum hal itu terbukti
dengann adanya tata tertib ma’had tetapi sayangnya taingkat kesadaran itu hanya
sampai pada pembuatan hukum saja dan belum sampai pada tingkat penerapan atau
pengimplimentasian tata tertib ma’had.
Jika menurut toeri Jeremy Bethan yang mengatakan manusia
bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.
Pelanggaran yang dilakukan oleh mahasantri dapat dibenarkan karena alasan
mahasantri melakukan pelanggaran tersebut karena adanya sebuah kebutuhan yang
memang harus terpenuhi. Melanggar tata tertib ma’had untuk mendapatkan hal yang
di inginkan lebih utama dri pada mentaatinya teyapi mengorbankan apa yang
diinginkannya, perspektif maha santri.
Jika ditinjau melalui teori friedman tentang terwujudnya
perilaku hukum, maka alasaan kenapa terjadinya pelanggaran hal itu disebabkan
karena kepentingan sendiri yang mengalahkan sikap patuh terhadap tata tertib ma’had.
Lalu jika ditinjau melalui teori Soerjono
Soekanto tentang kesadaran hukum, maka dapat disimpulkan pemahaman akan hukum
yangkurang oleh mahasntri, sebab mereka sudah tahu bahwa ada tata tertib ma’had
tetapi tetap saja meraka melanggarnya.
Jika ditinjau
melalui teori Soerjono Soekanto mengenai efektivitas hokum, maka alaasan kenapa
tat tertib ma’had tidak efektif dijalankan karena faktor budaya dari para
pelanggar yang memang kurang baiik, hal ini berdasarkan karena Faktor hukummya
sendiri (Undang-undang), Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkaan hukum, Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak
hukum, Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan menurut penulis baik-baik saja, karen ahanya memang beberapa mahasantro saja yang melanggar tata tertib
ma’had.
E.
Kesimpulan
dan Saran
a.
Kesimpulan
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan banyak sekali teori-teori yang
menjelaskan kenapa tata tertib ma’had dilanggar. Mulai dari adanya kepentingan
diri sendiri, faktor budaya pelanggar, sampai
ketiudak pahaman mengenai hukum oleh mahasantri. Sehingga tidak
terciptanya sebuah sikap kepatuhan terhadap hukum yang menyebabkan tidak
efektif diberlakukannya tata tertib mabna.
Selain itu
dapat disimpulkan, ternyata sebuah aturan bukanlah suatuu kebenaran yang mutlak
yang mendatangkan kebaikan. Aturan hanayalah sesuatu yang dipandang baik dan
diharapkan dengan itu dapat mendatangkan kebaikan dan kebahagiaann. Hal ini
terbukti dengan adanya pelanggara yang
dilakukan terhadap aturan untuk
mendapatkan kebaikan dan kebahagian yang lain.
b.
Saran
Dari paparan
diatas, kebanyakan pelanggrana yang terjadi karena kurangnya kesadaran hukum
oleh mahasantri terhadap tata tertib ma’had yang ada. Karena itu, alangkah
baiknya jika MSAA melakukan upaya untuk meningkatkan kesadran hukum mahasantri
dengan cara melakukan penyuluhan dan penerangan terhadap tata tertib ma’had.
Penyuluhan yang berisikan hak dan kewajiban di
bidang-bidang tertentu, serta manfaat bila tata tertib dilaksakan dengan
baik dan tidak dilanggar.
DAFTAR RUJUKAN
Sucipto
Rahaedjo, Ilmu Hukum, ( Jakarta :Citra Aditya Bakti, 2014)
Zainuddin, sosiologi
hukum, (Jakarta : Sinar Grafika,
2012)
Saifullah, Refleksi
Sosiologi Hukum, ( 5Bandung :Refika Aditama, 2010)
Soerjono
Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta : Rajawali Press 2005)
Soleman B. Taneko, pokok-pokok studi hukum
dalam masyarakat, (jakarta : Rajawali Press, 1993)
Soerjono
soekanto, Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum, (Jakarta: cv rajawali Press, 1982
Soerjono
Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,2008
Miftahus
Sholehudin,Implementasi Perwali Kota Malang Nomor 19 Tahun 2013, http://www.kompasiana.com/miftahus/implementasi-perwali-kota-malang-nomor-19-tahun-2013 diakses pada tanggal 2 Mei 2016
[1] Sucipto Rahaedjo, Ilmu Hukum, (
Jakarta :Citra Aditya Bakti, 2014), 5
[3] Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (
Bandung :Refika Aditama, 2010), 3
[4] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok
Sosiologi Hukum, (Jakarta : Rajawali
Press 2005), 38
[5]
Soleman B. Taneko, pokok-pokok
studi hukum dalam masyarakat, (jakarta : Rajawali Press, 1993), 50
[7]
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,2008), 8
[8] Miftahus
Sholehudin,Implementasi Perwali Kota Malang Nomor 19 Tahun 2013, http://www.kompasiana.com/miftahus/implementasi-perwali-kota-malang-nomor-19-tahun-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar